Kalau anda berkunjung ke Sumatera Barat,
jangan lupa untuk menyediakan waktu khusus untuk berwisata ke Kabupaten Pesisir
Selatan, daerah yang topografinya berbukit-bukit dan memiliki pantai yang
berbatasan dengan laut lepas Samudera Indonesia ini sungguh menawan.
Pemandangan alamnya begitu mempesona
karena memiliki aksesoris lukisan pemandangan yang lengkap, ada bukit dan
pegunungan, ada pantai , laut serta pulau-pulau yang dari jauh nampak
kehijauan, ada jembatan unik yang terbuat dari jalinan akar pohon yang usianya
sudah lebih dari seabad, semuanya sungguh sayang sekali kalau dibiarkan terlewat.
Setahun lalu, aku bersama tim Pulau Api, tim
“ekspedisi” yang punya kegiatan berwisata untuk ikut mempromosikan pariwisata Sumatera Barat dengan
modal seadanya (yang penting punya kamera untuk mengabadikannya serta melalui
kemampuan menulis yang terbatas) pernah mendatangi tempat ini. Perjalanan
tersebut disengajakan untuk memperkenalkan obyek wisata unik yang jarang
dimiliki daerah lain ini dengan tujuan agar mampu menggugah rasa ingin
tahu setiap orang yang membaca dan
kemudian mencantumkan Pesisir Selatan sebagai tempat yang harus dikunjungi
dalam kegiatan jalan-jalan.
Kami telah membuktikan bahwa betapa
tujuan wisata ini benar-benar membuat kami berdecak kagum karenanya.
Jembatan Akar
Jembatan ini terdapat diantara dua desa yang dipisahkan oleh Batang Bayang. Masyarakat disana menyebutnya Titian Aka, sebuah
jembatan unik yang terbentuk dari jalinan dua akar pohon yang tumbuh
berseberangan.
Batang Bayang disaat hari hujan aliran airnya sangat deras, namun di ketika musim kering airnya tenang sehingga kita bisa turun untuk sekedar duduk-duduk di bebatuan besar sambil mengambil gambar.
Batu kepala ikan |
Dari sekian banyak batu
dengan bermacam ukuran yang dilalui aliran sungai Bayang ada satu batu yang
menarik perhatian karena bentuknya seperti kepala ikan yang tengah menyembul ke
permukaan untuk mengambil udara. Aku menamakannya batu kepala ikan.
Jembatan Akar dibangun oleh Pakiah Sokan hampir lebih 100 tahun silam. Pakiah (fakih) adalah
sebutan yang diberikan pada orang yang memiliki ilmu fikih atau ulama fikh.
Pakih Sokan dikabarkan memiliki kesaktian dan tinggi ilmunya, begitu seperti
yang dituturkan Ibu Zarwanis yang biasa dipanggil dengan sebutan Ibit yang telah
lama berjualan di lokasi wisata ini.
Dari beliaulah kami mendapatkan
cerita-cerita seputar Jembatan Akar , cerita yang ia dengar dan dia alami
sendiri.
Akar Kubang |
Jembatan yang menghubungkan dua desa yaitu desa Puluik-puluik dengan dusun Lubuak Silau ini dibentuk dari jalinan akar dua pohon sejenis yaitu pohon Beringin (Ficus benjamina). dan pohon Kubang (Ficus sp), kedua pohon itu, berada dalam Genus yang sama.
Di Desa Puluik-puluik Akar yang berjalin membentuk titian berasal dari pohon Kubang, sedangkan yang yang berada di desa Lubuak Silau berasal dari dua pohon, yaitu Kubang dan Beringin.
Akar Beringin menancap kuat ke tanah, berfungsi sebagai penopang dan penyangga sementara urat pohon Kubang dipilin untuk titian.
akar Kubang dan akar beringin |
Pohon Kubang di desa Pulut-pulut akarnya ditanam ke dalam batu. Ketika aku tanyakan pada Mak Ibit mengapa di desa Puluik-puluik, pohon yang akarnya dijadikan jembatan hanya berasal Pohon Kubang? mak Ibit hanya menjawab :
“disitulah letak kesaktiannya Pakiah itu, orang dulu khan sakti-sakti”
Meniti titian yang panjangnya hampir kira-kira 30 meter dengan lebar sekitar 1 meter ini dan berada di ketinggian enam (6) meter dari permukaan sungai, serasa tengah menikmati wahana permainan di taman hiburan, jembatan bergoyang seirama dengan kaki yang dipijakkan, sungguh menyenangkan meskipun ada perasaan ngeri yang tertahan.
Sekalipun gamang, namun kita tak perlu takut karena dengan merentangkan kedua lengan maka kita bisa berpegangan pada lengan jembatan yang diketahui sudah ada disana sejak lebih dari seabad lalu.
Sekalipun gamang, namun kita tak perlu takut karena dengan merentangkan kedua lengan maka kita bisa berpegangan pada lengan jembatan yang diketahui sudah ada disana sejak lebih dari seabad lalu.
Tempat ini, seperti yang dikisahkan mak Ibit, pada masa lalu dibilang sebagai tempat
keramat, banyak orang yang datang untuk berdoa, meminta pada Allah yang Satu.
“kalau sekarang ndak lagi, karena bisa digalakkan
(ditertawakan) orang” katanya.
“Kami khan ndak mamintak ka pohon, kami mamintak pada yang satu, pada Tuhan”
Jika kami meminta rejeki, begini kami berdoa :
“Oi Tuhan yang pengasih dan penyayang, murahkanlah razaki kami, hindarkanlah kami dari marabahaya”
Khan ndak baitu “Oi Batu, murahkanlah razaki kami”
Sambil
menikmati kopi buatannya di kedainya di bibir sungai, kami asyik mendengar mak Ibit bercerita, dengan bahasa
bercampur-campur, setengah dikisahkannya dengan menggunakan bahasa Minang,
sebahagian lainnya pakai Bahasa Indonesia (pasti karena dia lihat mukaku
memancarkan airmuka bingung). Apa saja beliau ceritakan, tentang makam yang ada
disitu, tentang legenda kuda terbang dari Gunung Jantan.
Gunung Jantan
adalah Gunung yang terdapat di Desa Pulut-pulut, sedang yang di dusun Lubuak
Silau adalah gunung Betina.
Tentang Gunung Jantan, katanya “ado lagu nyo tu buk..”, beliaupun lalu
berdendang
Gunung Jantan di pulut pulut
Di tengah tengah wilayah Bayang
Kepada Tuhan kita bersujud
Pujilah Dia malam dan siang
Keramahan beliau saat melayani kami, meskipun kami
hanya minum kopi, tidak berkurang sedikitpun, katanya sejak dia berjualan di
lokasi jembatan akar, dia banyak mendapatkan saudara.
Satu pantun menutup kebersamaan
Anak ikan dimakan ikan
Anak hiu di dalam laut
Sanak bukan saudara bukan
Karena budi kita terpaut…
Banyak cerita yang kami dengar seputar jembatan akar, rasanya masih ingin berlama-lama mendengarkan kisah yang dituturkan mak Ibit, tapi waktu mengharuskan kami pamit. Dengan salam dan pelukan, beliau melepas kami
berjalan
Dalam perjalanan menuju lokasi wisata lain , pantun mak Ibit telah menggugah
seleraku untuk juga membuat pantun, inilah hasilnya:
Akar
beringin, akar kubang
Saling berpilin
bentuk jembatan
kalau pergi
ke ranah Minang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar