Tibo
di Sawahlunto hari lah sanjo
Kecantikannya
susah aku lukiskan
Masih banyak tempat yang aku singgahi yang
ceritanya belum kubagi-bagi. Masih di ranah Minang dan masih pula tentang
perjalanan dalam rangka memburu rumah gadang. Kemanapun tempat yang kami tuju,
aku selalu minta supaya dua tiga pulau terlampaui, walaupun itu artinya kami
harus menempuh jarak lebih jauh, tak jadi masalah, sebab Pa’ An, supir setia, akan mengantar
kami sesuai permintaan dengan rasa suka cita, pasal dia pun ingin mempromosikan
Sumatera Barat padaku yang baru punya rasa ingin mengenal lebih dalam tanah
asal kedua orang tuaku setelah kejadian gempa setahun lalu .
“gak ada kata terlambat, bunda” katanya, pada
kunjungan ku yang ketiga dalam tahun ini.
Setelah berputar-putar dari Padang Panjang dan
Batusangkar,tempat singgah terakhir adalah Kota
Tambang Sawahlunto yang berada
kira-kira 95 km dari ibu kota Provinsi. Rencana yang tersusun tentu saja
berkunjung ke Museum Kereta Api, tapi apadaya karena hari telah senja kita cuma
sempat berfoto-foto sebentar saja. Namun begitu, tetap saja pemandangan yang kami lalui selalu
berhasil membuatku terpesona, dan nanti akan kuberikan buktinya.
Sebelum sampai ke tempat persinggahan terakhir,
kami lebih dulu mampir ke Danau Kandih , sebuah danau buatan yang terbentuk akibat aktifitas
penambangan. Pemandangan yang disajikan mampu menghasilkan decak kagum yang
berkepanjangan. Aku menyebutnya cantik, karena tak bisa lagi menemukan kata
yang tepat untuk melukiskan betapa
indahnya paduan warna antara warna coklat tanah, daun hijau dan pantulan cahaya
di air yang tenang
Kami tak sempat berlama-lama disana, setelah
mengambil gambar seperlunya, perjalanan terus dilanjutkan dan kemudian
istirahat sebentar sambil minum kopi di cafe sebelah hotel Ombilin. Bukan mau
gaya-gayaan maksudnya, tempat itu kami pilih karena alasan lain, kamera
kehabisan daya, batere drop karena digunakan untuk jepret ini itu sepanjang
perjalanan sehingga kami perlu mengisi baterai supaya bisa ambil gambar museum
kereta dan obyek-obyek lain.
Di depan Hotel Ombilin terdapat Gedung Pusat
Kebudayaan Sawahlunto yang bergaya kolonial, khas dengan cat warna putihnya,
tak heran, karena memang gedung ini dibangun pada masa penjajahan Belanda,
sekitar tahun 1910. Dulunya gedung ini berfungsi sebagai tempat pertemuan dan
tempat hangout nya para pejabat Belanda dan bernama "Gluck Auf".
Gedung ini telah beberapa kali berubah fungsi, pernah menjadi tempat pertemuan
masyarakat dan disebut sebagai GPM (Gedung Pertemuan Masyarakat), lalu pernah
juga menjadi kantor Bank, dan pada akhir tahun 2006 berfungsi sebagai Gedung
Pusat Kebudayaan.
Karena tidak bisa melihat apa yang ada di dalam
gedung ini kami hanya duduk-duduk santai di bangku yang menghadap ke jalan
mengamati mobil dan motor yang lalu lalang, sambil agak terheran-heran melihat
pohon albino. Kami menyebutnya demikian karena sebagian batang pohonnya seperti
tidak berpigmen, entah sejak dulu seperti ini, atau sengaja dikuliti, tak ada
yang bisa menjawab pertanyaan kami.
Tak jauh dari situ, tepatnya di Jalan Abdul Rahman
Hakim, Kampung Aia Dingin, Kota Sawahlunto ada stasiun Kereta Api Sawahlunto
yang dibangun pada tahun 1918 yang kini berfungsi sebagai museum kereta api,
yang diresmikan pada akhir tahun 2005 oleh Wakil Presiden Republik Indonesia,
Bapak H.M.Yusuf Kalla.
Sayang,
karena sudah sore, museum sudah tutup hingga kami tak bisa melihat
koleksi yang tersimpan di dalamnya, tapi masih bisa mengintip sedikit jadi tak
terlalu kecewa.
Padahal selain pengen bisa melihat koleksi museum,
aku pengen juga bisa naik kereta wisata, pengen tau mengenai si Mak Itam, loko
uap seri E 1060 buatan Jerman, loko uap tertua di dunia yang semula lama
tersimpan di Museum Kereta api di Ambarawa, dan kembali dibawa pulang ke
kampung halaman karena kepedulian Masyarakat Peduli Keretaapi Sumatera Barat
sebagai salah satunya penyebabnya
Walaupun masih banyak obyek wisata yang tidak
sempat kami kunjungi, tak membuat kecil hati, ini jadi alasan ku untuk suatu
saat kembali, seharian aku akan berkeliling ke kota ini, masih ada Gudang
Ransoem, lobang Mbah Soero dan tentu saja mengunjungi seluruh tempat wisata di kota
tambang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar