Beberapa tempat peribadatan dan kegiatan keagaman menjadi obyek yang akan dikunjungi oleh Tim Pulau Api dalam perjalanan wisatanya di Padang Kota tercinta, salah satunya adalah Klenteng Kwan Im yang merupakan salah satu Cagar Budaya yang terdapat di kawasan kota tua Padang, tepatnya di jalan Kelenteng, kelurahan Kampung Pondok.
Klenteng Kwan Im (Klenteng See Hin Kiong)
Klenteng yang sekarang lebih dikenal dengan nama Klenteng See Hin Kiong ini dibangun pada tahun 1905, setelah Klenteng Kwan Im yang dibangun pada tahun 1861 habis dimakan api.
Klenteng
adalah nama yang biasa digunakan untuk menyebut kuil atau tempat peribadatan
dan kegiatan keagamaan masyarakat China dan penganut ajaran Tridharma (Buddha,
Tao dan Konghucu).
Istilah
ini hanya dikenal di Indonesia. Menurut kisahnya , istilah klenteng diambil
dari suara yang terdengar dari genta yang dipukul dan menimbulkan bunyi
klinting , jika gentanya besar bunyi yang ditimbulkan terdengar sebagai
Klenteng. Dalam bahasa Mandarin biasa disebut dengan kata bio, Kiong. Kiong berari bangunan besar dan megah yang didirikan
oleh raja, secara harafiah Kiong berarti Istana.
Gempa
7.6 SR yang melanda kota Padang tiga tahun silam juga merusak bangunan Klenteng
See Hin Kiong, sehingga ketika Tim Pulau Api berkunjung ke tempat ini pada
Januari 2012, kami tidak diperkenankan dekat-dekat untuk alasan keamanan, hal
ini meski menimbulkan rasa kecewa tetapi sangat beralasan karena disana-sini
masih terlihat kerusakan yang belum diperbaiki, dindingnya retak, atapnya
sebagian koyak dan masih banyak bagian lain yang rusak. Untung saja peringatan
itu disampaikan setelah kami sempat mengambil beberapa foto bangunan asli.
Sejak gempa itu kegiatan peribadatan dilakukan di bangunan sementara.
Seperti
halnya Istana, Klenteng See Hin Kiong juga memiliki halaman yang luas, ditengah-tengah
halaman terdapat kolam yang ditumbuhi tanaman teratai. Pada bagian tengah kolam
terdapat Hiolo yang dijaga oleh sepasang Naga.
Hiolo adalah tempat meletakkan hio (dupa Cina) yang telah dibakar, bentuknya bulat. Menurut keyakinan, Hiolo tidak boleh diletakkan langsung di tanah oleh karena itu biasanya Hiolo diletakkan diatas tiga penyangga yang berbentuk kaki harimau, tetapi ada pula yang diletakkan di meja altar.
Hiolo yang berada di luar ditujukan untuk menancapkan dupa yang dibakar pertama kali sebagai bentuk menyembah kepada Thian (Tuhan yang Maha Esa). Mereka yang membakar dupa akan menancapkan 9 batang Hio Tuhan dengan sikap diri menghadap ke luar, oleh karena itu jalan yang dibuat untuk mencapai Hiolo seolah berputar.
Bangunan klenteng memiliki wuwungan yang ujungnya melengkung keatas. Atap yang memiliki fungsi melindungi siapapun yang ada di bawahnya disimbolkan sebagai surga.
Pada bagian ini terdapat berbagai hiasan antara lain beberapa pasang Naga, burung Phoenix dan persis di tengah atap ada patung dewa.
Naga dikatakan sebagai raja dari segala binatang yang ada di alam semesta, ia dapat hidup di tiga alam.
Kepalanya seperti kepala buaya, badannya bersisik dan meliuk-liuk seperti badan ular, sementara cakar yang terdapat di keempat kakinya seperti cakar burung. Motif Naga biasanya terdapat di atap dan menjadi lukisan dinding.
Burung Hong (Phoenix) melambangkan kelembutan dan iklim yang hangat, bulunya terdiri dari lima warna : hitam, putih, merah, hijau, kuning.
Pintu masuk
Pintu masuk berwarna merah, dua patung Kilin menjaganya.
Kilin (Unicorn)
kimlo
Dinding
dinding
Lilin
Lilin yang terdapat di altar disimbolkan sebagai cahaya yang memberi penerang kehidupan dan menghilangkan ketidak-tahuan
Altar
Altar berfungsi untuk meletakkan alat-alat untuk sembahyang seperti lilin, hio dan makanan dan minuman persembahan.
Altar |
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar